Minggu, 27 Oktober 2019

Entah Apa


Entah Apa



Hasil gambar untuk entahlah
Sebut saja namaku Sagiman, jangan tanya itu artinya apa? Yang saya tahu dari orangtuaku, itu hanya untuk mempermudah mengingat sejarah saja, ya... sejarah lahir saya yang mbrojol ke dunia ini pada hari Sabtu Legi (meskipun saya juga nggak tahu pasti dan nggak punya bukti tangal lahirku, karena saat itu belum ada Android sehingga pas mau keluar saya nggak bisa Selfi dulu), dan karena saya laki-laki maka ditambahkan saja man (katanya diambil dari bahasa inggirs biar gaul begitu...). Tidak ada yang istimewa dalam diri saya, hanya laki-laki biasa. Bahkan sebagian orang mungkin akan menganggap saya ini di bawah standar biasa. Tapi apapun yang sudah dianugrahkan Alloh, semua tetap saya syukuri, saya sangat yakin dengan yang difirmankan-Nya bahwa “Apapun yang diciptakan-Nya tidak ada yang sia-sia”.

Nah... karena itu, saat ini yang saya lakukan dan akan terus saya lakukan adalah berusaha menggali dan menemukan potensi yang bisa saya eksplore agar saya bisa berbagi manfaat pada sesama mahluk. Mimpinya sih, bisa ikut mewarnai dunia (entah pakai krayon, pensil warna atau cat semprot). Yah.. . paling tidak bisa bermanfaat untuk orang terdekat lah.

Banyak sebenarnya yang ingin saya lakukan, tapi hanya sedikit yang bisa saya lakukan. Dan saya tidak mau mengklaim ini semua akibat kebodohan saya (saya yakin Alloh tidak menciptakan mahluk include dengan kebodohan), meskipun juga akan sangat memalukan jika saya mengaku-ngaku pinter, mungkin yang paling tepat adalah karena KEMALASAN dan KETAKUTAN saya. Mencoba melawan ketakutan itu, saya paksakan diri untuk mulai menulis, menulis apa saja. Yang penting mengajari jemari agar tidak ragu menari di atas keyboard. Termasuk tulisan ini, nggak ada alurnya bahkan ekstrimya “ORA NGGENAH”. 

Tapi abaikan omongan orang, kalau enak dibaca pastilah akan dibaca dan kalau memuakkan pastilah akan dibuang, take it easy lah. Inilah stage pertama yang saya lakukan, yaitu mengalahkan ketakutan (takut dicibir, takut dihina, takut bilang apa).

Sampai disini, lagi-lagi saya berfikir sebenarnya yang saya tulis ini apa? Makin nggak jelas, tapi tetap harus jalan (istilah gaulnya Move On gitu). Analoginya, saya berada di tengah hutan nggak tahu ke arah mana harus berjalan pulang dan parahnya nggak bawa kompas apalagi GPS. Nggak ada opsi lain selain harus berjalan sambil mencari jalan keluar, karena kalo berdiam diri sama artinya dengan memaksa datangnya takdir buruk. Sangat jelas terngiang firman Alloh
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Pokoknya jalan terus, sambil mengintip arah sinar matahari yang menerobos dari sela-sela dedaunan hutan, satu-satunya penunjuk arah.

­~bersambung~

0 Comments:

Posting Komentar